Powered By Blogger

Minggu, 22 Agustus 2010

Penerapan Terapi Pada Penyakit Abnormal (Part 3)


Gangguan kepribadian pasif-agresif

Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan harapan mereka.
Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan (Kaplan & Saddock, 1997 : 268).
Mereka memendam rasa amarah dan permusushan yang diekspresikan dengan cara tidak langsung tapi menggunakan cara yang menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik dan selalu menganggap dirinya benar. Dari sudut kognitif-behavioral, pasif-agresif berkembang dari kepercayaan bahwa ekspresi terbuka dan kemarahan adalah berbahaya. Menuntut orang lain harus tahu apa yang diinginkan, tanpa ia memintanya (Martaniah 1999 : 79).

Treatment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 269):
a. Psikoterapi. Dapat dilakukan dengan memberikan terapi supportif, untuk memunculkan motivasi pada diri pasien. Ahli terapi harus menyatakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dari perilaku pasif-agresif yang mereka lakukan.

b. Farmakoterapi. Antidepresan harus diresepkan jika indikasi klinis depresi dan kemungkina bunuh diri. Beberapa pasien berespon terhadap benzodiazepine, psikostimulan, tergantung pada keadaan klinis.

Gangguan kepribadian depresif
Orang dengan gangguan kepribadian depresif adalah orang yang pesimistik, anhedonik, terikat pada kewajiban, meragukan diri sendiri dan tidak gembira secara kronis. Penyebab gangguan kepribadian depresif tidak diketahui, tetapi faktor yang terlibat dalam gangguan distimik dan gangguan depresif berat mungkin bekerja. Teori psikologis melihat adanya kehilangan pada awal kehidupan, pengasuhan orang tua yang buruk, superego yang menghukum, dan perasaan ekstrim.
Deskripsi klasik tentang kepribadian depresif diajukan tahun 1963 oleh Arthur Noyes dan Laurence Kolb, “Mereka merasakan kegembiraan kehidupan yang normal tapi hanya sedikit, dan cenderung kesepian dan serius, bermuram durja, patuh, pesimistik dan rendah diri. Mereka rentan untuk mengekspresikan penyesalan dan perasaan ketidakberdayaan dan putus asa. Mereka seringkali teliti, perfeksionistik, sangat berhati-hati, asyik dengan pekerjaan, merasa bertanggung jawab dengan tajam, dan mudah berkecil hati di kondisi yang baru. Mereka ketakutan akan celaan, cenderung menderita dalam kesepian dan kemungkinan mudah menangis, walaupun biasanya tidak di hadapan orang lain. Suatu kecenderungan untuk merasa ragu-ragu, tidak dapat mengambil keputusan dan berhati-hati menghianati perasaan ketidakamanan yang melekat”.
H. Akiskal menggambarkan 7 kelompok sifat depresif : (1) tenang introvert, pasif, tidak sombong; (2) bermuram durja, pesimistik, serius, dan tidak dapat merasakan kegembiraan; (3) mengkritik diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, dan menghina diri sendiri; (4) bersifat ragu-ragu, kritik orang lain, sukar untuk memaafkan; (5) berhati-hati, bertanggung jawab dan disiplin diri; (6) memikirkan hal yang sedih dan merasa cemas; (7) asyik dengan peristiwa negatif, perasaan tidak berdaya dan kelemahan pribadi (Kaplan & Saddock, 1997 : 270).

Treatment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 270):
a. Psikoterapi. Terapi kognitif membantu pasien mengerti manifestasi kognitif dari perasaan rendah diri dan pesimisme mereka. Beberapa pasien mempunyai respon terhadap tindakan menolong diri sendiri.

b. Farmakoterapi. Dengan pemakaian antidepresan, khususnya obat sorotonergik tertentu seperti sertraline (Zoloft

Gangguan kepribadian sadomasokistik
Gangguan ini bukan merupakan diagnosis resmi dalam DSM IV atau spendiksnya, tetapi dapat didiagnosis sebagai gangguan kepribadian yang tidak diklasifikasikan. Sadisme (berasal dari nama seorang penulis di abad ke-18 yaitu Marquis de Sade, yang menulis tentang orang yang mengalami kenikmatan seksual saat menyiksa orang lain) adalah keinginan untuk menyebabkan rasa sakit pada orang lain baik secara penyiksaan seksual atau fisik atau penyiksaan psikologi pada umumnya. Sigmund Freud percaya bahwa pasien sadisme untuk mencegah kecemasan kastrasi dan mampu untuk melakukan kepada orang lain apa yang mereka takutkan akan terjadi pada diri mereka.
Sedangkan masokisme (nama mengikuti Leopold von Sacher-Masoch, seorang penulis novel yang berasal dari Austria abad ke-19) adalah pencapaian pemuasan seksual dengan menyiksa diri sendiri. Pada umumnya, yang dinamakan penderita masokisme moral mencari penghinaan dan kegagalan, bukannya sakit fisik. Menurut Sigmund Freud, kemampuan penderita masokisme untuk mencapai orgasme terganggu oleh kecemasan dan perasaan bersalah tentang seks dan perasaan tersebut dihilangkan oleh penderitaan dan hukuman pada diri mereka sendiri. Pengamatan klinis menyatakan bahwa elemen perilaku sadisme dan masokisme biasanya ditemukan pada orang yang sama.

Treatment yang dapat diberikan yaitu:

Psikoterapi. Terapi psikoanalisis efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi, pasien menjadi menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah sekunder akibat perasaan bersalah bawah sadar yang berlebihan dan juga menjadi mengenali impuls agresif mereka yang terepressi, yang berasal dari masa anak-anak awal.

Gangguan kepribadian sadistik
Gangguan kepribadian sadistik adalah suatu tambahan yang kontroversial pada apendiks DSM III-R, dan tidak dimasukkan di dalam DSM IV. Orang dengan gangguan kepribadian sadistik menunjukkan pola kekejaman yang pervasif, merendahkan dan perilaku agresif, yang dimulai sejak anak-anak awal dan diarahkan kepada orang lain. Orang dengan gangguan ini kemungkinan menghina atau merendahkan orang lain dan biasanya telah mengancam atau menghukum orang lain dengan kasar yang tidak lazimnya, terutama anak-anak. Pada umumnya, orang dengan gangguan kepribadian sadistik merasa tertarik dengan kekejaman, senjata, cidera, atau penyiksaan. Untuk dimasukkan dalam kategori ini, orang tersebut tidak termotivasi semata-mata oleh keinginan untuk mendapatkan rangsangan seksual dari perilaku mereka; jika termotivasi demikian, parafilia dari sadisme seksual harus didiagnosis



Kesimpulan :
Dari uraian di atas maka dapat dismpulkan bahwa siapa saja berpotensi untuk mengalami gangguan kepribadian. Karena gangguan kepribadian tidak saja disebabkan oleh faktor genetika (dapat diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh faktor temperamental, faktor biologis (hormon, neurotransmitter dan elektrofisiologi), dan faktor psikoanalitik (yaitu adanya fiksasi pada salah satu tahap di masa perkembangan psikoseksual dan juga tergantung dari mekanisme pertahanan ego orang yang bersangkutan).
Dalam DSM-IV, gangguan kepribadian dibagi menjadi tiga kelompok dan masing-masing kelompok terdapat beberapa gangguan kepribadian dengan karakteristik yang khas dan berbeda-beda satu sama lain. Hampir semua gangguan kepribadian dapat disembuhkan baik melalui psikoterapi (terapi kejiwaan) maupun farmakoterapi (terapi obat-obatan), dengan teknik penyembuhan yang berbeda-beda untuk masing-masing gangguan kepribadian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar