Powered By Blogger

Minggu, 22 Agustus 2010

Terapi Psikis - Perilaku (Behavioristik)

 


Terapi Perilaku mencakup sejumIah metode terapi yang berbeda-bada yang kesemuanya itu didasarkan kepada teori-teori belajar. Para ahli behaviorist beranggapan bahwa perilaku maladaptif merupakan cara untuk menanggulangi stres yang sudah "terbiasa" pada diri seseorang, sehingga beberapa teknik perilaku yang dikembangkan dalam percobaan dapat digunakan untuk menggantikan respons maladaptif tersebut dengan respon baru yang lebih tepat. Jika terapis psikoanalis berkaitan dengan pemahaman konflik masa lalu, maka terapi perilaku lebih memusatkan langsung kepada perilaku itu sendiri (Atkinson dkk., 1993).

Dua aliran utama yang menjadi pijakan dalam metode-metode dan teknik-teknik pendekatan terapi yang didasarkan kepada teori belajar adalah Classical Conditioning dan Operant Conditioning.


Classical Conditioning atau pengkondisian respon dari Pavlov, pada dasarnya melibatkan Unconditioning Stimulus (UCS) yang secara otomatis membangkitkan Conditioning Response (CR), yang sarna dengan Unconditioning Respons (UCR) apabila diasosiasikan dengan Conditioning Stimulus (CS), sehingga lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR (Corey, 1995).


UCS ---------------------------------------------------------» UCR
(makanan kucing)                                       (pengeluaran air liur kucing)


CS -----------------------------------------------------------» CR
(menjalankan pembuka kaleng listrik)       (pengeluaran air liur kucing)










Sedangkan Operant Conditioning melibatkan adanya pemberian ganjaran (reward) kepada individu atas pemunculan tingkah laku (yang diharapkan).
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah "pengkondisian instrumental", karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental dapat dimunculkan oleh oleh organisme yang aktif sebelum perkuatan (reinforcement) diberikan untuk tingkah laku tersebut (Corey,1995).


Berdasarkan kedua aliran dalam teori belajar tersebut di atas, maka para ahli kemudian mengembangkan beberapa teknik atau metode terapi. Beberapa teknik metode terapi yang didasarkan kepada teori belajar antara lain dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut : 






Berikut ini akan dibahas dua di antara beberapa teknik metode terapi perilaku, yaitu Desensitisasi Sistematis dan Assertive Training.

Desensitisasi Sistematis
Adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif, serta memunculkan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Teknik ini mengarahkan agar klien dilatih untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialaminya (Corey, 1995).
Wolpe (dalam Corey, 1995), seorang ahli yang pertama mengembangkan teknik desensitisasi sistematis, mengajukan argumen bahwa segenap tingkah laku neurotik adalah ungkapan dari kecemasan serta kecemasan tersebut menurutnya dapat dapat dihilangkan dengan respons-respons yang secara inheren berlawanan dengan respons tersebut. Dengan menggunakan pengkondisian klasik, maka kekuatan stimulus yang menyebabkan kecemasan dapat dilemahkan, dan gejala kecemasan dapat dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus.
Di dalam menerapkan teknik Desensitisasi Sistematis, dikenal dua unsur utama yang tidak dapat dipisahkan dari teknik ini, yaitu: relaksasi dan hirarki kecemasan. Relaksasi adalah suatu prosedur pelatihan bagi individu untuk melemaskan otot-otot (Martin dan Pear, 1992). Melalui latihan relaksasi, individu belajarmengkerutkan dan mengendurkan otot, misalnya dimulai dari otot leher, wajah, otot tubuh, terus sampai ke bawah ke pergelangan kaki sampai kaki itu sendiri. lndividu dapat belajar bagaimana rasanya otot tersebut dalam keadaan benar-benar rileks (dibandingkan dengan dalamkeadaan tegang) dan dapat membedakan beberapa tingkatan ketegangan (Atkinson dkk., 1993).
Hirarki Kecemasan adalah sejumlah situasi atau stimulus yang membuat orang mengalami kecemasan. Keseluruhan situasi ini disusun mulai dari yang tidak membuat seseorang merasakan kecemasan sampai dengan yang paling membuatnya ketakutan (Atkinson dkk.,1993). Misalnya, seorang gadis yang mengalami ketakutan ketika menghadapi seekor kecoa. Dibantu dengan terapis, ia dapat menyusun suatu hirarki dari mendengar cerita mengenai kecoa (ringan) sampai dengan ketika ia menghadapi kecoa tersebut (berat).
Prosedur Desensitisasi Sistematis. lndividu yang mengalami phobia belajar untuk rileks dan hirarki kecemasan telah disusun, maka desensitisasi dimulai. Penderita duduk dengan mata tertutup di kursi yang nyaman dengan seorang terapis menguraiakn situasi yang tidak membuatnya begitu mencemaskan. Jika dia dapat membayangkan dirinya berada dalam situasi tersebut tanpa adanya ketegangan otot yang meningkat, terapi akan melanjutkan hal atau situasi lain yang sudah tersusun dalam hirarki. Jika penderita mengalami kecemasan pada saat membayangkan suatu situasi dengan tingkat tertentu, maka dia dilatih untuk mengkonsentrasikan pada situasi rileks, sehingga dengan melakukannya berkali-kali kecemasan penderita akan dapat dinetralkan (Atkinson dkk., 1993).


Assertive Training
Beberapa orang merasa cemas dalam berbagai situasi sosial karena tidak tahu bagaimana "berbicara secara terus terang" tentang apa yang meraka rasakan benar atau "mengatakan tidak" jika orang lain berusaha memanfaatkan mereka. Misalnya "ketika seseorang mendahului anda ketika anda sedang antri membeli karcis" atau "atasan anda mengkritik anda dengan tidak benar".

Dengan memberikan latihan respon yang tegas, seorang klien tidak hanya mengurangi kecemasannya akan tetapi sekaligus juga mengembangkan teknik penanggulangan yang efektif. Latihan asertif diberikan secara bertahap, dimulai dari latihan permainan peran dengan terapis sampai dengan menghadapi situasi kehidupan yang sebenarnya (Atkinson dkk., 1993).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar